KOMPAS

Kliping artikel Opini KOMPAS, sejak 2001

Tuesday, April 18, 2006

Alter-ego....



JALAN SUTRA: Etosha.
(Bondan Winarno)

Mungkin Anda pun sering bingung. Ada seorang kolumnis bernama A Prasetiantono, dan ada pula yang bernama A Prasetyantoko. Dua-duanya pakar ekonomi. Yang pertama sedang meneruskan studi di Canberra, Australia, yang lain di Perancis. Dua-duanya berasal dari Muntilan. Tetapi, ternyata mereka bukan kakak beradik. A striking coincidence!

Tulisan Agustinus Prasetyantoko berikut ini dikirim dari Paris, tentang pengalamannya berlibur ke Namibia.

Eksotisme! Itulah kesan pertama sewaktu mendarat di bandara nasional Windhoek, Namibia. Dari jendela pesawat terlihat betapa hanya padang gurun dan semak yang terhampar di bawah sana.

Dari bandara ke pusat kota Windhoek masih harus menyusuri lorong jalanan yang sepi sepanjang kurang lebih 60 kilometer. Meskipun jalan raya sudah senyaman tol Jakarta-Bogor, jangan coba-coba melaju dengan kecepatan tinggi. Banyak binatang mondar-mandir melintas di sepanjang jalan menuju pusat kota tersebut.

Sebelum masuk kota Windhoek, ada baiknya menyusur sebentar ke kawasan Katutura. Ini adalah pemukiman yang dibangun khusus untuk penduduk kulit hitam. Dan kegetiran akan segera terasa, karena pemilik benua ini lebih memilih tinggal di gubug-gubug - nyaris seperti pemandangan di sepanjang rel kereta Senen-Jatinegara.

Sesampai di pusat kota, seakan tak percaya bahwa ini adalah kota di Afrika. Selain karena fasilitasnya tak kalah dengan kota-kota Eropa, juga karena hampir semua orang yang lalu-lalang adalah berkulit putih. Ini adalah kota Eropa di Afrika, begitulah kesan yang segera muncul. Perilaku yang teratur, ekonomi yang maju, barang-barang mewah, dan bahasa Inggris, adalah warna di seluruh sudut kota.

Di pusat kota Windhoek, bisa ditemui sebuah hotel berbintang yang cukup dikenal turis manca negara. Nama hotel tersebut adalah Kalahari. Hampir semua tamu berdarah Eropa - Prancis, Italia, Spanyol, Belanda, dan yang paling banyak adalah Jerman. Maklum Namibia pernah dijajah Jerman. Di Hotel Kalahari inilah kita bisa sedikit melepas dahaga di tengah keramaian bar, restoran, dan juga Casino. Dari hotel ini pula, berbagai program wisata ke berbagai penjuru Namibia ditawarkan. Paket yang paling terkenal adalah mengunjungi Taman Nasional Etosha.

Jika ingin mengunjungi tempat wisata paling favorit di Namibia ini, lebih baik berangkat sepagi mungkin dari Windhoek. Selain udara masih segar, pemandangan pagi hari sungguh eksotis di sepanjang perjalanan. Jika kesiangan, sinar mahahari akan terasa membakar kulit. Bahkan ketika di dalam mobil sekalipun.

Jarak Windhoek-Etosha kurang lebih 400 km. Jadi, kira-kira perjalanan akan memakan waktu sekitar 3,5 jam. Jalanan di Afrika umumnya sepi, bagus dan lurus. Bosan? Mampir saja sebentar di salah satu kota, misalnya saja di Otjiwarongo, karena di situ ada warung yang terkenal membuat biltong (semacam dendeng yang bisa dimakan sepanjang jalan).

Begitu tiba di gerbang Etosha National Park, kita akan segera melihat sebuah kawasan menginap yang luar biasa eksotisnya. Nama kawasan tersebut adalah Okaukuejo. Anda bisa memilih hotel, cottage, atau berkemah di tepi hutan. Meskipun terlihat nyaman, jangan dikira daerah ini tidak berbahaya. Ingat, kawasan ini sudah masuk dalam kawasan taman nasional. Pernah suatu ketika, seorang turis Jerman menginap di kawasan berkemah dengan mendirikan tenda, dan malam harinya seekor singa yang lapar menghampirinya dan tentu saja memangsanya.

Mengapa kawasan penginapan (rest camp) Okaukuejo menarik? Karena persis di sebelahnya terdapat waterhole, semacam kubangan air yang disediakan untuk kawanan hewan yang berada di kawasan liar tersebut. Dari sana bisa dilihat berbagai macam binatang. Kalau beruntung, kita bisa melihat sekawanan gajah datang ke waterhole tersebut. Sekawanan singa dan binatang buas lainnya seperti bergiliran datang minum ke sana. Bisa dibayangkan betapa merindingnya. Tetapi, inilah eksotisme yang justru dicari-cari oleh banyak turis. Buktinya, sudah seluruh hari di bulan Agustus sampai pertengahan September, kamar-kamar di Okaukuejo Lodge terpesan habis.

Jika tidak bisa menginap di kawasan ini, jangan kecewa dulu. Masih banyak tempat menarik lainnya. Taman nasional ini luasnya 22.270 kilometer persegi. Ini adalah salah satu taman wisata terbesar di Afrika. Taman wisata ini diresmikan pada tahun 1907 oleh Von Lindeauist, seorang gubernur Jerman untuk kawasan Afrika Barat Daya.

Di Etosha National Park tersedia jalur-jalur jalan tak beraspal untuk mencari binatang yang ingin dilihat. Tidak seperti Taman Safari Cisarua yang sudah well-organized, di sini setting-nya masih dibiarkan liar. Setiap saat kita bisa bertemu dengan sekawanan Cheetah, Leopard, Singa, Badak atau Gajah di lorongnya masing-masing. Untuk itu, membawa peta adalah keharusan supaya bisa masuk ke kawasan dan bisa keluar juga.

Liarnya taman nasional Etosha bukan isapan jempol. Selain turis Jerman yang dimangsa singa, pernah juga mobil pengunjung porak-poranda dipermainkan seekor gajah yang "tersinggung".

Setelah lelah berputar-putar ke sebagian penjuru Etosha, kita bisa menemukan tempat menginap yang enak, hanya sekitar lima menit dari pintu keluar taman nasional. Sebenarnya, persis di pintu keluar, ada tempat menginap yang lumayan, yaitu Namutomi Lodge. Tapi jika Anda menginginkan hotel berbintang empat, datang saja ke Mokuti Lodge, sedikit di luar kawasan taman nasional.

Di Mokuti Lodge, kita bisa memanjakan diri dengan berenang, minum bir, duduk bersantai dan memesan makan malam. Di sini disediakan menu yang mungkin belum Anda temukan sebelumnya. Menu paling favorit di sini adalah daging springbok (hewan sejenis rusa). Jika memesan daging ini, jangan lupa ditemani dengan Amarula! Inilah minuman beralkohol khas Afrika, Amarula dengan campuran susu segar dan es batu. Sajian makan malam yang sungguh eksotis!

Meskipun menginap di hotel berbintang empat, jangan kendurkan kewaspadaan. Sejak datang, pihak pengelola sudah mengingatkan bahwa kawasan di sekitar hotel masih liar. Tak jarang tamu hotel bertemu dengan ular dan reptil lainnya.

Sebelum kembali ke Windhoek, jangan lupa mampir ke Okahandja untuk mencari suvenir buat famili, kenalan, pacar, maupun calon mertua. Oleh-oleh yang terkenal dari daerah ini adalah dompet dari kulit burung unta. Atau, kalau tiba-tiba lapar lagi, di kota in ada restoran daging buaya yang lezat. Ditanggung tidak ketularan jadi buaya!

1 Comments:

Blogger Alvin Nur Muhammad said...

wah,enaknya jadi bung prasetyantoko ini. Bisa jalan-jalan ke namibia. Jadi kepingin. Tapi ngomong2 sekarang kesibukannya apa, selain di bni?

7:06 AM  

Post a Comment

<< Home